Senin, 03 Maret 2008

KONFLIK MASYARAKAT ADAT DUSUN PERJUK, PELANJAU, NANGA PENGGA, MERAMBANG, PENGGA PUTIH DAN GEDABANG DENGAN PT REKANANAN BINA BERSAMA
(PT. KRBB) DI KECAMATAN SILAT HULU, KABUPATEN KAPAUS HULU, KALIMANTAN BARAT.

Oleh: Mikael
PPSDAK Pancur Kasih.

Latar Belakang

Kecamatan Silat Hulu merupakan satu kawasan yang masih terdapat hutan primer. Hutan primer ini diperkirakan mencapai 30% dari luas kecamatan. Masyarakat adat Silat Hulu telah menyadari bahwa sisa hutan tersebut diatas semakin hari semakin berkurang. Sehingga dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan, masyarakat selalu berpegang teguh dengan aturan-aturan yang telah ada dan berlaku secara turun temurun. Hutan bagi masyarakat memiliki arti penting sebagai tempat untuk melangsungkan kehidupannya. Arti penting hutan tidak semata dilihat dari sudut pandang ekonomi, namun juga dari segi lainnya seperti keseimbangan ekologi bahkan juga nilai-nilai magis religius.
Kearifan masyarakat Silat Hulu dalam mengelola hutan ini ternoda dengan hadirnya pihak luar seperti perusahaan HPH. Perusahaan HPH ternyata tergiur untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari hasil hutan.

Meskipun menurut data pemerintah setempat (Kabupaten Kapuas Hulu dalam Angka, 2000) tidak ada perusahaan HPH yang beroperasi di wilayah Kec. Silat Hulu, namun awal tahun 2004, PT. Bumi Uncak Selatan (PT. BUS) telah melakukan kegiatan logging di wilayah Desa Nanga Ngeri dan mulai melakukan perluasan konsesi ke wilayah lain seperti ke Nanga Pengga, Perjuk, Pengga Putih, Pelanjau, Gedabang, Landau Rantau, Merambang dan Riam Tapang.

Kehadiran perusahaan ini telah membawa dampak negatif bagi kehidupan sosial masyarakat. Hal ini ditunjukan dengan mulai terlihatnya konflik horisontal akibat adanya pihak yang pro dan kontra terhadap kehadiran perusahaan.
Kondisi ini mendorong masyarakat untuk membentuk sebuah wadah yang berfungsi untuk mengkonsolidasikan masyarakat dalam mempertahankan hutan dan sumberdaya alam yang ada terhadap serobotan perusahaan HPH. Terbentuk Forum Komunikasi Masyarakat Pinggir Hutan (FKMPH).

Melalui Forum ini, masyarakat adat Silat Hulu telah membuat pernyataan bersama secara tertulis menolak segala bentuk eksploitasi hutan, yang dikirim ke berbagai instansi pemerintah. Surat ini ternyata berhasil menghentikan aktivitas PT. BUS. Dengan berhentinya aktivitas PT. BUS, untuk sementara masyarakat adat di Silat Hulu merasa aman.

Ternyata hasrat pihak luar untuk mengambil keuntungan tidak pernah berhenti. Hal ini terbukti dengan masuknya perusahaan HPH baru yaitu PT. Karya Rekanan Bina Bersama melalui SK 263 Menhut-11/2004 dengan luas areal 43810 Ha. PT KRBB ini diduga merupakan kelanjutan dari PT. BUS. Hal ini ditunjukan dengan adanya karyawan yang sama dengan karyawan PT BUS yang lalu.

Perusahaan ini telah mulai melakukan pembuatan jalan dan penebangan kayu terutama untuk membuat jembatan. Masuknya perusahaan ini jelas dipaksakan karena seharusnya semua pihak termasuk pihak pemerintah sudah mengetahui kalau masyarakat adat di Silat Hulu pasti menolak kehadiran perusahaan yang melakukan penebangan kayu di hutan adat mereka.

Permasalahan

Dengan masuknya PT KRBB, pertama jelas akan terjadi benturan dengan masyarakat, karena masyarakat sudah jauh hari menolak perusahaan yang bertujuan mengeksploitasi hutan dan sumberdaya alam lainnya. Apalagi pihak perusahaan telah melakukan intimidasi dan ancaman kepada masyarakat. Perusahaan juga sudah terindikasi menggunakan aparat keamanan untuk memuluskan usahanya. Kalau kondisi ini dibiarkan bukan tidak mungkin kedepan akan ada tindakan represif dari aparat keamanan melawan masyarakat adat yang empunya hutan.

Kemudian, jika ternyata perusahaan KRBB ini tetap melakukan aktivitasnya maka akan mengancam keberadaan masyarakat secara sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat dan lingkungan. Kehidupan sosial terancam karena pengalaman masuknya perusahaan sebelumnya yaitu PT. BUS telah merusak hubungan baik warga masyarakat karena telah terjadi konflik horisontal. Secara ekonomi jelas bahwa kehadiran Perusahaan ini menghilangkan sumber penghidupan masyarakat terutama hasil hutan. Dari segi budaya dan adat istiadat akan mendapat masalah karena kehadiran perusahaan akan menghilangkan simbol-simbol, ritus-ritus dan alat-alat budaya dan adat istiadat.

Terhadap kehadiran PT KRBB ini, masyarakat telah melakukan pertemuan bertempat di kampung Perjuk untuk mengetahui aspirasi terkini dari masyarakat. Pertemuan ini kemudian menyepakati bahwa masyarakat adat menolak masuknya PT. KRBB dengan membuat surat penolakan yang disampaikan kepada berbagai pihak.


Gambaran Umum Wilayah PT. KRBB

Batas administrasi kecamatan silat hulu adalah :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Seberuang
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Hulu Gurung
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sintang
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sintang

Kecamatan Silat Hulu yang luasnya 1.061,80 Km2 dengan pusat kecamatan di Nanga Dangkan. Tahun 2006, Kecamatan Silat Hulu terdiri dari 7 desa dan 17 dusun, berpenduduk 10.381 jiwa dengan perincian 5.328 laki-laki dan 5.053 perempuan.

Jarak antara ibukota Kabupaten dengan Ibukota Kecamatan adalah 490 Km ini dapat ditempuh dengan menggunakan Kendaraan Roda dua dan Kendaraan pribadi maupun umum dengan jarak tempuh yang memakan waktu kurang lebih 6 jam sampai dengan 8 jam, lebih dekat ke Kabupaten Sintang yang hanya memakan waktu 3 jam dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun umum

Rata-rata kampung yang ada di Kecamatan Silat hulu terletak di tepi aliran Sungai Silat dan anak-anak Silat seperti Sungai Inggut, Sungai Entebi dan Sungai Suang.
Kecamatan Silat Hulu terdiri dari 7 Desa yaitu:
No Nama Desa Nama Dusun Dan RT Keterangan
1 Desa Riam Tapang 1. Bagan Baru
2. Riam Tapang
3. Nanga Selangkai Bekas PT DRM
2 2. Desa Nanga Luan 1. Menyabai
2. Nanga Luan
3. Nanga Suang
3 Desa Nanga Lunggu 1. Landau Rantau
2. Nanga Lunggu
3. Gedabang
4. Merambang
5. Kerangan Lintang Areal PT. KRBB
4 Desa Nanga Ngeri 1. Nanga Ngeri
2. Pelanjau Areal PT. KRBB
5 Desa Landau Badai
1. Landau Badai
2. Perjuk
3. Pengga Putih
4. Inggut
5. Nanga Pengga Areal PT. KRBB
Areal PT. KRBB

6 Desa Nanga Dangkan 1. Nanga Dangkan
2. Entebi
3. Sungai Ramah
4. Landau Temiang
7 Desa Belimbing 1. Belimbing
2. Panggung
3. Lebak Najah
4. Selimu
5. Lebak Tapang
6. Ranu Luan
7. Kenual

Meskipun menurut data pemerintah setempat (Kabupaten Kapuas Hulu dalam Angka, 2000) tidak ada perusahaan HPH yang beroperasi di wilayah Kec. Silat Hulu, namun awal tahun 2004, PT. Bumi Uncak Selatan (PT. BUS) telah melakukan kegiatan logging di wilayah Desa Nanga Ngeri dan mulai melakukan perluasan konsesi ke wilayah lain seperti ke Nanga Pengga, Perjuk, Pengga Putih, Pelanjau, Gedabang, Landau Rantau, Merambang dan Riam Tapang.
Dengan keterangan sebagai berikut :
Nama HPH/IUPHHK No dan Tanggal
SK.HPH/IUPHHK Luas Areal
(Ha) Lokasi Keterangan
PT. Bumi Uncak Selatan Nomor. 17 Tahun 2002 28,100 Ha Sungai Silat Hulu Usul dibatalkan berdasarkan surat Tanggal 20 Pebruari 2002 Kec. Silat Hulu Tanggal 18 Januari 2006
Menhut No. S. 30/Menhut-VI/2006
PT. Karya Rekanan Bina Bersama (PT.KRBB) SK 263 Menhut-11/2004 43. 810 Ha. Sungai Silat Hulu Sudah beroperasi (membuat Jalan dan Penebangan kayu)
Namun pada kenyataannya pada tahun 2007 perusahaan dengan wilayah yang sama telah beroperasi PT. KRBB (Karya Rekanan Bina Bersama) yang sekarang sedang melakukan pengerjaan jalan dan telah menggusur wilayah adat masyarakat tanpa ganti rugi, dari hasil investigasi yang diperoleh adalah :
 Perusahaan tidak melakukan sosialisasi dengan masyarakat, menggusur kebun karet dan kuburan tanpa ada pemberitahuaan terlebih dahulu,
 Orang-orang yang bekerja pada PT. KRBB adalah orang PT.BUS, sebenarnya ada apa antara PT. BUS dan PT.KRBB
 Perusahaan tersebut mengatasnamakan izin pusat untuk beroperasi dan mengatakan tidak perlu memberitahu masyarakat karena ini adalah hutan negara, serta menakut-nakuti (intimidasi) dengan masyarakat jika ada masyarakat yang menolak keberadaan perusahaan tersebut bahkan akan menggunakan aparat keamanan dan masyarakat akan masuk penjara.


Penutup

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa, apaun namanya tentang illegal Logging pasti akan berdampak kepada kesimbangan ekologis, sebaik apapun menagement yang diterapkan oleh Perusahaan yang bersangkutan apalagi modus yang akan dilakukan sekarang ini adalah : HABIS KAYU TANAM SAWIT. Ijin HPH hanyalah sebuah kedok belaka.


Saran

Harapan saya adalah apa yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terutama dalam Pelatihan “Pengembangan sistem Peringatan dini (Early Warning System) yang dilaksanakan oleh FLGT dan Dinas Kehutan Provinsi Kalimantan Barat berdampak positif dan berhasil dalam memperkecil konflik Sumber Daya Hutan terutama di Kalimantan Barat dan secara khusus di Kecamatan Silat Hulu sebagai berikut:
1. Memfasilitasi penyelesaian konflik antara masyrakat adat silat hulu dengan PT. KRBB
2. Menyelamatkan kawasan hutan demi keseimbangan ekologi dan keadilan sosial masyarakat sekitar hutan, yang pada akhirnya menghasilkan:
a. Konflik antara masyarakat adat silat hulu dengan PT. KRBB bisa terselesaikan dan
b. Kawasan hutan demi keseimbangan ekologi juga dapat terjaga dengan arif dan bijaksana.