Selasa, 26 Februari 2008

HAK-HAK MASYARAKAT ADAT DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

Oleh : Sujarni Alloy & Elias Ngiuk

K
eberadaan Masyarakat Adat di dunia yang jumlahnya mencapai ± 5.000 telah berkontribusi besar dalam mempertahankan keanekaragaman budaya. Dari jumlah tersebut, lebih kurang 300-500 juta orang yang tinggal di kawasan hutan Amazon-Amerika Latin, Asia Tenggara, Afrika dan Melanesia secara distingtif mempertahankan sistem kehidupan mereka yang turun temurun yang kaya dengan keanekaragaman hayati. Namun demikian, besarnya kontribusi masyarakat adat tersebut, sampai saat ini belum menjamin keleluasaan mereka untuk melakukan aktivitasnya karena dibawah kontrol kekuasaan kaum kapitalis. Pada banyak negara, sejumlah kelompok masyarakat ini umumnya mengalami proses penjajahan, penindasan dan peminggiran terus menerus bahkan pemusnahan dan penghancuran (genocide). Sistem kehidupan mereka yang berbeda dianggap sebagai sumber masalah dan dijadikan obyek rekayasa sosial oleh pemerintah dan dalam kasus-kasus ekstrim seperti yang dialami oleh masyarakat Indian di Amerika dan Aborigin di Australia, masyarakat adat ini harus mengalami proses penghancuran secara sengaja sehingga menyebabkan penurunan jumlah mereka secara drastis.
Persoalan yang sama juga dialami oleh masyarakat adat di Indonesia (juga Masyarakat Adat Dayak di Kalimantan). Banyak masyarakat adat terusir dari tanah adatnya sendiri baik secara langsung (paksa) maupun secara sistematis oleh aktor-aktor globalisasi yakni kaum Kapitalis, kaum borjuis dan birokrat. Contoh kongkrit Masyarakat Adat Moronene di Sulawesi Tenggara, terusir dari tempat tinggalnya karena lokasinya dijadikan Taman Nasional. Kemudian, orang Amungme di Papua, hanya menjadi penonton ketika wilayah adatnya yang kaya dengan sumber daya alam diambil oleh perusahan-perusahaan multi nasional.
Berbagai persoalan yang melanda masyarakat adat seolah menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada perlindungan terhadap keberadaan mereka, meskipun perhatian terhadap masyarakat adat mulai terwujud sejak tahun 1982, bahkan tahun 1993 ditetapkan sebagai tahun masyarakat adat (Indigenous People year’s ) oleh Perserikatan Bangsa Bangsa . Selain itu PBB juga sudah menetapkan pada tahun 1994 hingga 2003 sebagai Dasawarsa Pertama masyarakat adat Dunia dan tahun 2004-2014 sebagai Dasawarsa Kedua tentang masyarakat adat dunia.
Pada pasal 3 dari deklarasi Masyarakat Adat dinyatakan bahwa ”masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan itu, mereka memiliki hak untuk memutuskan dengan bebas status politik mereka, dan kebebasan untuk mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka”. Dari pernyataan tersebut, sangat jelas bahwa keberadaan masyarakat adat seharusnya mendapat pengakuan oleh negara-negara di mana terdapat komunitas masyarakat adat. Tidak hanya itu, PBB juga mengeluarkan serangkaian peraturan yang khusus untuk masyarakat adat, dalam bentuk konvensi maupun konvenan, sebagai contoh Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 (ILO Convention on Indigenous and Tribal Peoples) yang merupakan penyempurnaan dari Konvensi ILO No. 107 Tahun 1957, merupakan lembaga internasional pertama yang mengeluarkan kebijakan resmi dan paling lengkap menyangkut pengakuan atas hak-hak masyarakat adat. Pengakuan tersebut antara lain menyangkut hak masyarakat adat untuk menentukan bentuk dan sistem kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik mereka yang khas termasuk pelaksanaan hukum adat dan lembaga adat. Oleh sebab itu, pemerintah diwajibkan untuk memperoleh persetujuan dari masyarakat adat yang bersangkutan bilamana ingin melakukan kegiatan di wilayah masyarakat adat serta melibatkan masyarakat adat secara langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan yang dilakukan. Namun demikian pengakuan dari PBB ini tidak membuat negara-negara di dunia serta merta mengakui masyarakat adat. Masih banyak negara-negara di dunia cenderung mengabaikan karena merasa terancam kewenangan masyarakat adat akan membentuk negara dalam negara. Karenanya berbagai upaya untuk meminggirkan masyarakat adat terus berlangsung, bahkan mereka sering mendapatkan cap sebagai suku terasing dan terbelakang bahkan tidak beradab.
Sementara upaya pengakuan terhadap eksistensi masyarakat adat di tingkat nasional, khususnya di Indonesia, perjuangan menegakkan hak-hak dan eksistensi masyarakat adat hakikatnya sudah berlangsung cukup lama. Dan atas keprihatinan yang mendalam maka pada bulan Maret 1999, seluruh masyarakat adat Nusantara berkumpul di Jakarta dan membentuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Organisasi yang diharapkan dapat lebih giat memperjuangkan nasib masyarakat adat di Indonesia.
Selain telah memiliki organisasi sebagai wadah perjuangan di tingkat nasional, di tingkat internasional Masyarakat Adat juga dilindungi oleh berbagai aturan internasioanal. Sayangnya aturan-aturan dan standarisasi internasional untuk proses advokasi dan perjuangan bagi masyarakat adat ini masih belum banyak diketahui oleh komunitas masyarakat adat maupun aktivis organisasi non pemerintah.
Minimnya pengetahuan tentang instrumen internasional yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat membuat berbagai kasus pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat tidak terakomodir dengan baik di tingkat Nasional maupun Internasional. Padahal dalam banyak kasus, dukungan publik internasional terhadap persoalan pelanggaran HAM masyarakat adat di tingkat nasional, memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyelesaiannya.
Untuk mengetahui instrumen-instrumen hukum internasional dan nasional mana saja yang berpihak kepada masyarakat adat dan bagaimana prakteknya, maka Institut Dayakologi (ID) bekerja sama dengan Panitia Kongres AMAN merasa termotivasi mengadakan pelatihan Pelanggaran HAM baik Internasional, Regional (Asia) maupun kasus pelanggaran HAM di tingkat Nasional. Sarasehan ini mengambil tema: “Tegakkan HAM Untuk Perlindungan, Pemajuan dan Kedaulatan Hak-Hak Masyarakat Adat”

CATATAN PENTING



Draft Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat

Dewan Hak Asasi Manusia Resolusi 2006/2.Kelompok Kerja Komisi Hak Asasi Manusia mengelaborasi sebuah draf deklarasi sesuai dengan paragraf 5 resolusi Sidang Umum No. 49/214, 23 Desember 1994.
Dewan Hak Asasi Manusia,
Mengingat Resolusi Komisi Hak Asasi Manusia No. 1995/32, 3 Maret 1995, yang membentuk sebuah kelompok kerja antar-sesi yang satu tujuan untuk mengelaborasi sebuah draft deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat, mempertimbangkan draft yang terdapat dalam lampiran resolusi 1994/45 sub Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, untuk dipertimbangkan dan diadopsi oleh Sidang Umum dalam Dekade Internasional Pertama Masyarakat Adat Dunia,
Menyadari bahwa kelompok kerja Komisi Hak Asasi Manusia mengelaborasi sebuah draft deklarasi sesuai dengan paragraf 5 resolusi Sidang Umum No. 49/214, 23 Desember 1994 yang telah melakukan 11 sesi antara tahun 1995 dan 2006,
Mempertimbangkan bahwa Sidang Umum, dalam resolusi No. 59/174, 20 Desember 2004, meminta kepada semua pihak yang terlibat dalam proses negosiasi untuk melakukan yang terbaik dalam menyukseskan mandat kelompok kerja tersebut dan membawanya ke dalam Sidang Umum untuk diadopsi sesegera mungkin sebuah draft final Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat,
Menekankan bahwa paragraf 127 dokumen hasil pertemuan World Summit tahun 2005 yang diadopsi oleh Sidang Umum dalam resolusi No. 60/1, 16 September 2005, menegaskan kembali komitmen komunitas internasional untuk mengadopsi sebuah draft final Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat sesegera mungkin,
Mencatat laporan kelompok kerja dalam sesi ke-11-nya di Jenewa dari tanggal 5 sampai dengan 16 Desember 2005 dan 30 Januari sampai dengan 3 Februari 2006 (E/CN.4/2006/79),
Menerima kesimpulan yang dibuat oleh Ketua Rapporteur dalam paragraf 30 dari laporan kelompok kerja dan proposalnya seperti yang tercantum dalam lampiran I laporan tersebut,
1. Mengadopsi Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat seperti yang diajukan oleh Ketua Rapporteur dari kelompok kerja Komisi Hak Asasi Manusia untuk mengelaborasi sebuah draft deklarasi sesuai dengan paragraf 5 resolusi Sidang Umum No.49/214, 23 Desember 1994 dalam lampiran I laporan kelompok kerja dalam sesinya yang ke-11 (E/CN.4/2006/79);
2. Merekomendasikan kepada Sidang Umum untuk mengadopsi draft resolusi berikut ini:
Sidang Umum,
Mencatat resolusi Dewan Hak Asasi Manusia No.2006/2, 29 Juni 2006, dimana Dewan mengadopsi teks Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Asasi Manusia,
1. Menyatakan penghargaannya kepada Dewan untuk pengadopsian Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat;
2. Mengadopsi Deklarasi sebagaimana yang tercantum dalam lampiran resolusi Dewan No. 2006/2, 29 Juni 2006.
Pertemuan ke-21
29 Juni 2006
(Diadopsi dengan catatan suara 30 berbanding 2, dengan 12 suara abstain. Hasil pemungutan suara adalah sebagai berikut:
Menyetujui : Azerbaijan, Brasil, Kamerun, Cina, Kuba, Republik Ceko, Ekuador, Finlandia, Perancis, Jerman, Guatemala, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Mauritius, Meksico, Belanda, Pakistan, Peru, Polandia, Republik Korea, Rumania, Arab Saudi, Afrika Selatan, Sri Lanka, Swiss, Inggris dan Irlandia Utara, Uruguay, Zambia
Menolak: Kanada, Federasi Rusia
Abstain: Algeria, Argentina, Bahrain, Bangladesh, Ghana, Yordania, Maroko, Nigeria, Filipina, Senegal, Tunisia, Ukraina).

DRAFT DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK-HAK MASYARAKAT ADAT
Menegaskan bahwa ‘masyarakat adat mempunyai martabat dan Hak-hak yang sama dengan bangsa-bangsa yang lain”, seraya tetap mengakui adanya hak semua bangsa untuk berbeda, memandang dirinya berbeda dari bangsa lain, dan supaya perbedaan itu dihargai,
Menegaskan pula bahwa semua bangsa memberikan kontribusi terhadap keberagaman dan kekayaan peradaban dan kebudayaan, yang merupakan warisan bersama umat manusia,
Menegaskan lebih lanjut bahwa semua doktrin, kebijakan dan praktek-praktek yang didasarkan pada atau yang menyuarakan superioritas bangsa atau individu-individu atas dasar asal-usul bangsa, perbedaan-perbedaan ras, agama, etnik atau budaya adalah rasis, secara ilmiah salah, secara hukum tidak benar, secara moral terkutuk, dan secara sosial tidak adil,
Juga menegaskan kembali bahwa masyarakat adat, dalam melaksanakan Hak-haknya, perlu bebas dari diskriminasi, apapun jenisnya,
Memperhatikan bahwa masyarakat adat telah tercerabut dari Hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan dasar mereka, dengan akibat, antara lain berupa kolonisasi dan diambilnya tanah-tanah, wilayah dan sumber-sumber daya alam mereka, sehingga menghalangi mereka untuk melaksanakan, terutama, hak mereka atas pembangunan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingannya,
Mengakui adanya kebutuhan yang mendesak untuk menghomati dan memajukan Hak-hak yang melekat pada masyarakat adat, khususnya hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam, yang bersumber dari struktur politik, ekonomi dan mereka, dan dari budaya, tradisi dan spiritual, sejarah dan filosofi mereka.
Lebih jauh mengakui kebutuhan yang mendesak untuk menghormati dan memajukan Hak-hak masyarakat adat yang ditegaskan dalam traktat-traktat, perjanjian-perjanjian dan pengaturan-pengaturan konstruktif lainnya dengan negara-negara,
Menyambut baik kenyataan bahwa masyarakat adat telah menata diri mereka dalam rangka menuju kemajuan politik, sosial dan budaya, dan dalam rangka mengakhiri semua bentuk diskriminasi dan penindasan di manapun terjadinya,
Meyakini kontrol masyarakat adat terhadap pembangunan yang berdampak pada mereka dan tanah, wilayah dan sumber daya alam mereka, akan memungkinkan mereka untuk menjaga dan memperkuat kelembagaan-kelembagaan, budaya-budaya dan tradisi-tradisi mereka, dan untuk memajukan pembangunan mereka selaras dengan aspirasi-aspirasi dan kebutuhan mereka,
Mengakui pula bahwa penghormatan terhadap pengetahuan, budaya dan praktek-praktek tradisional masyarakat adat memberikan sumbangan bagi pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan dan pengelolaan lingkungan secara tepat,
Menekankan perlunya demiliterisasi tanah masyarakat adat, yang akan memberi sumbangan bagi perdamaian, kemajuan dan perkembangan ekonomi dan sosial, pengertian dan hubungan bersahabat antara negara dan bangsa di dunia,
Mengakui khususnya hak keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas masyarakat adat untuk mempertahankan tanggungjawab bersama bagi pengasuhan, pelatihan, pendidikan dan kesejahteraan anak-anak mereka, yang konsisten dengan Hak-hak anak,
Mengakui juga bahwa masyarakat adat bebas menentukan hubungan mereka dengan negara dalam semangat koeksistensi, manfaat bersama dan penghormatan penuh,
Menimbang bahwa Hak-hak yang ditetapkan dalam traktat-traktat, perjanjian-perjanjian dan penetapan-penetapan lain antara negara dan masyarakat adat adalah, dalam beberapa situasi, persoalan yang menjadi perhatian, kepentingan, tanggung jawab dan karakter internasional,
Juga mempertimbangkan bahwa traktat-traktat, perjanjian-perjanjian dan pengaturan-pengaturan konstruktif lainnya, dan hubungan yang mereka wakili, sebagai basis untuk memperkuat kemitraan antara masyarakat adat dan negara,
Mengakui bahwa piagam penghargaan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik menegaskan arti penting yang fundamental dari hak menentukan nasib sendiri dari semua bangsa, yang atas dasar hak ini, mereka bebas menentukan status politik mereka dan bebas mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka,
Mengingat bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang bisa digunakan untuk mengingkari Hak-hak bangsa-bangsa ini untuk menentukan nasib sendiri, yang dilaksanakan sesuai dengan hukum internasional,
Meyakini bahwa pengakuan terhadap hak masyarakat adat dalam Deklarasi ini akan memperkuat hubungan yang harmonis dan kooperatif antara negara dan masyarakat adat, berdasarkan prinsip keadilan, demokrasi, penghargaan terhadap hak asasi manusia, non-diskriminasi, dan keyakinan yang baik,
Mendorong negara-negara untuk tunduk pada dan melaksanakan secara efektif semua instrument internasional, khususnya yang terkait dengan Hak-hak asasi manusia, manakala instrumen-instrumen itu berlaku bagi masyarakat adat, dengan konsultasi dan kerja sama dengan masyarakat adat yang bersangkutan,
Menegaskan bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa mempunyai peran yang penting dan berkelanjutan dalam memajukan dan melindungi Hak-hak masyarakat adat,
Percaya bahwa Deklarasi ini merupakan suatu langkah maju penting yang lebih jauh, dalam rangka pengakuan, pemajuan dan perlindungan Hak-hak dan kebebasan-kebebasan masyarakat adat dan dalam pengembangan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang releven di bidang ini,
Mengakui dan menegaskan kembali bahwa anggota perseorangan masyarakat adat berhak tanpa diskriminasi terhadap semua hak asasi manusia yang diakui oleh hukum internasional, dan bahwa masyarakat adat memiliki Hak-hak kolektif yang tidak dapat ditawar keberadaannya, kesejahteraan dan pembangunan diri mereka secara integral sebagai bangsa,
Dengan khidmat mengumumkan Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat berikut ini sebagai sebuah standar pencapaian yang diraih dalam semangat kemitraan dan saling menghormati,
Pasal 1
Masyarakat adat mempunyai hak terhadap penikmatan secara penuh, secara kolektif maupun individu, semua hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang diakui dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Deklarasi Universak Hak-hak Asasi Manusia dan hukum hak asasi manusia internasional.
Pasal 2
Masyarakat adat dan anggota individualnya bebas dan sederajat dengan orang-orang dan bangsa-bangsa lainnya dalam hal martabat dan hak-hak, dan mempunyai hak untuk bebas dari diskriminasi yang merugikan, dalam pelaksanaan hak mereka, khususnya yang didasarkan atas asal-usul atau identitas asli mereka.
Pasal 3
Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak tersebut, mereka secara bebas menentukan status politik mereka dan secara bebas mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.
Pasal 4
Masyarakat adat, dalam melaksanakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, memiliki hak hak-hak atau kepemerintahan sendiri dalam hal yang berkaitan dengan masalah-masalah internal dan lokal mereka, serta cara-cara dan sarana-sarana untuk membiayai fungsi-fungsi otonomnya.
Pasal 5
Masyarakat asli mempunyai hak untuk mempertahankan dan memperkuat kekhasan dari institusi politik, hukum, sosial dan budaya mereka, dan tetap memperoleh hak mereka untuk berpartisipasi secara penuh, jika mereka menginginkannya, dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya negara.
Pasal 6
Setiap anggota perseorangan masyarakat adat mempunyai hak terhadap suatu kebangsaan.
Pasal 7
1. Anggota masyarakat adat berhak untuk hidup, memperoleh integritas fisik dan mental, kebebasan dan keamanan sebagai seorang individu.
2. Masyarakat adat memiliki hak kolektif untuk hidup dalam kebebasan, kedamaian, dan keamanan sebagai sebuah masyarakat yang khas dan tidak boleh dijadikan target tindakan genosida (pembunuhan massal) atau tindakan kekerasan lainnya, termasuk secara paksa memindahkan anak-anak kelompok masyarakat adat tersebut ke kelompok masyarakat lainnya.
Pasal 8
1. Masyarakat adat dan anggota individunya mempunyai hak untuk tidak menjadi sasaran asimilasi yang dipaksakan dan penghancuran terhadap budaya mereka.
2. Negara-negara akan menyediakan mekanisme-mekanisme yang efektif untuk mencegah, dan memberikan ganti rugi untuk:
(a) Setiap tindakan yang mempunyai tujuan atau akibat menghilangkan integritas mereka sebagai bangsa yang berbeda, atau dari nilai-nilai kultural atau identitas etnik mereka;
(b) Setiap tindakan yang mempunyai tujuan atau akibat mencerabut mereka dari tanah, wilayah atau sumber daya mereka;
(c) Setiap bentuk pemindahan penduduk yang mempunyai tujuan atau menyebabkan pelanggaran atau mengurangi hak apa pun dari mereka;
(d) Setiap bentuk asimilasi atau integrasi oleh kebudayaan lain atau jalan hidup yang dipaksakan kepada mereka dengan cara-cara hukum, administratif atau cara-cara lainnya;
(e) Setiap bentuk propaganda yang ditujukan untuk mendukung atau menciptakan diskriminasi rasial atau etnis terhadap mereka.
Pasal 9
Masyarakat adat dan anggota individunya mempunyai hak untuk menjadi bagian dari suatu komunitas atau bangsa masyarakat adat, sesuai dengan tradisi-tradisi dan kebiasaan-kebiasaan dari komunitas atau bangsa masyarakat adat tersebut. Tidak ada diskriminasi apa pun yang boleh timbul akibat dari pelaksanaan hak tersebut.
Pasal 10
Masyarakat adat tidak boleh dipindahkan secara paksa dari tanah atau wilayah mereka. Tidak boleh ada relokasi yang terjadi tanpa persetujuan bebas dan sadar dari masyarakat adat yang bersangkutan, dan hanya boleh setelah ada kesepakatan perihal ganti kerugian yang adil dan memuaskan, dan apabila memungkinkan, dengan pilihan untuk kembali lagi.

Pasal 11
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk mempraktekkan dan merevitalisasi tradisi-tradisi dan adat budaya mereka. Hal ini meliputi hak untuk mempertahankan, melindungi, dan mengembangkan manifestasi masa lalu, sekarang, dan yang akan datang dari kebudayaan mereka, seperti situs-situs arkeologi dan sejarah, artefak, rancangan, upacara-upacara, teknologi, seni visual, dan seni pertunjukan dan kesusastraan.
2. Negara hendaknya menyediakan ganti rugi melalui mekanisme-mekanisme yang efektif, yang dapat termasuk restitusi yang dikembangkan bersama-sama dengan masyarakat adat sehubungan dengan diambilnya hak-hak milik budaya, intelektual, keagamaan dan spiritual mereka tanpa persetujuan bebas dan sadar dari mereka atau yang melanggar hukum-hukum, tradisi dan adat mereka.
Pasal 12
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk memanifestasikan, mempraktekkan, mengembangkan dan mengajarkan tradisi, kebiasaan dan upacara spiritual dan keagamaan mereka; hak untuk mempertahankan, melindungi dan mempunyai akses secara pribadi terhadap situs-situs keagamaan dan budaya mereka; hak akan penggunaan dan kontrol terhadap objek-objek seremonial mereka; dan hak akan repatriasi jasad manusia.
2. Negara hendaknya mencari cara untuk membuka akses dan/atau repatriasi barang-barang upacara dan sisa-sisa jasad manusia yang berada dalam kepemilikannya melalui mekanisme-mekanisme yang adil, transparan, efektif yang dikembangkan sesuai dengan masyarakat adat yang bersangkutan.
Pasal 13
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk merevitalisasi, menggunakan, mengembangkan dan mewariskan kepada generasi-generasi yang akan datang sejarah, bahasa, tradisi lisan, filsafat, sistem tulisan dan kesusasteraan, dan untuk menandakan dan menggunakan nama mereka sendiri untuk komunitas-komunitas, tempat-tempat dan orang-orang.
2. Negara-negara akan mengambil upaya yang efektif untuk memastikan bahwa hak ini terlindungi dan juga untuk memastikan bahwa mereka dapat mengerti dan dimengerti dalam proses politik, hukum dan administratif, dimana diperlukan dengan menyediakan penerjemahan atau cara lain yang sesuai.
Pasal 14
1. Masyarakat adat memiliki hak untuk membangun dan mengontrol sistem-sistem pendidikan mereka dan institusi-institusi yang menyediakan pendidikan dalam bahasa mereka sendiri, dengan cara yang sesuai dengan metode-metode pengajaran dan belajar yang sesuai dengan budaya mereka.
2. Anggota-anggota masyarakat adat, terutama anak-anak, memiliki hak ke semua tingkatan dan bentuk-bentuk pendidikan yang disediakan negara tanpa diskriminasi.
3. Negara-negara, bersama-sama dengan masyarakat adat, akan mengambil upaya-upaya yang efektif, agar anggota-anggota masyarakat adat, terutama anak-anak, termasuk mereka yang tinggal di luar komunitas-komunitas mereka, memperoleh akses, jika dimungkinkan, kepada pendidikan berdasarkan budaya mereka sendiri dan dilaksanakan dalam bahasa mereka.
Pasal 15
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk memiliki martabat dan keragaman budaya, tradisi, sejarah, dan aspirasi-aspirasi mereka yang secara serasi tercermin dalam semua bentuk pendidikan dan imformasi publik.
2. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif, melalui konsultasi dengan masyarakat adat yang bersangkutan, untuk menghapuskan prasangka dan diskriminasi dan untuk memajukan toleransi, saling pengertian dan hubungan yang baik antara masyarakat adat dengan unsur masyarakat yang lain.
Pasal 16
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk membuat media mereka sendiri dalam bahasa mereka dan memiliki akses kepada semua bentuk media yang bukan berasal dari masyarakat adat tanpa diskriminasi.
2. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk memastikan bahwa media milik negara mencerminkan secara sepatutnya keragaman budaya masyarakat adat. Negara-negara, tanpa prasangka guna menjamin kebebasan berekspresi yang sepenuhnya, haruslah mendorong media milik swasta mencerminkan secara memadai keberagaman budaya masyarakat adat.
Pasal 17
1. Masyarakat adat dan anggota individunya mempunyai hak untuk menikmati sepenuhnya semua hak yang ditetapkan di dalam hukum perburuhan internasional dan perundang-undangan perburuhan nasional.
2. Negara-negara dengan berkonsultasi dan bekerjasama dengan masyarakat adat melakukan upaya-upaya yang spesifik untuk melindungi anak-anak anggota masyarakat adat dari eksploitasi ekonomi dan dari segala jenis pekerjaan yang membahayakan atau mengganggu pendidikan anak tersebut, atau membahayakan kesehatan anak tersebut atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, maupun sosialnya, dengan memperhatikan kondisi khusus mereka dan pentingnya pendidikan bagi pemberdayaan mereka.
3. Anggota individu masyarakat adat mempunyai hak untuk tidak diperlakukan dengan kondisi-kondisi yang diskriminatif dalam bidang perburuhan, pekerjaan atau upah.
Pasal 18
Masyarakat adat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dalam hal-hal yang berpengaruh terhadap hak-hak mereka, melalui perwakilan-perwakilan yang dipilih oleh mereka sesuai dengan prosedur mereka sendiri, juga untuk mempertahankan dan mengembangkan institusi-institusi adat untuk pengambilan keputusan milik mereka.
Pasal 19
Negara-negara hendaknya berkonsultasi dan bekerjasama dengan keyakinan yang baik dengan masyarakat adat yang bersangkutan melalui institusi perwakilan mereka sendiri untuk memperoleh persetujuan bebas dan sadar dari mereka sebelum mengadopsi dan menerapkan langkah-langkah legislatif atau administratif yang akan berpengaruh terhadap mereka.
Pasal 20
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk mempertahankan dan mengembangkan sistem-sistem politik, ekonomi dan sosial mereka, untuk merasa dalam penikmatan sarana hidup minimum dan pembangunan mereka, dan untuk mengambil bagian secara aktif dalam semua kegiatan tradisional dan kegiatan ekonomi mereka yang lain.
2. Masyarakat adat yang telah tercerabut dari sarana hidup minimum dan sarana pembangunan mereka berhak atas ganti kerugian yang adil dan memuaskan.
Pasal 21
1. Masyarakat adat mempunyai hak, tanpa diskriminasi, untuk mengembangkan sistem-sistem politik, ekonomi dan sosial mereka, termasuk antara lain, dalam bidang pendidikan, pekerjaan, pelatihan dan pelatihan kembali di bidang kejuruan, perumahan, sanitasi, kesehatan dan jaminan sosial.
2. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif dan, dengan sepantasnya, langkah-langkah khusus untuk memastikan perkembangan yang terus-menerus dari kondisi ekonomi dan sosial mereka. Perhatian yang khusus akan diberikan kepada hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan khusus dari anggota masyarakat adat yang sudah tua, perempuan, pemuda, anak-anak dan yang cacat.
Pasal 22
1. Perhatian yang khusus akan diberikan kepada hak-hak dan kebutuhan-kebutuhan khusus dari anggota masyarakat adat yang sudah tua, perempuan, pemuda, anak-anak dan yang cacat dalam penerapan Deklarasi ini.
2. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah, bersama-sama dengan masyarakat adat, untuk memastikan bahwa anggota perempuan dan anak-anak dari masyarakat adat dapat menikmati perlindungan dan jaminan secara penuh dari semua bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 23
Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas-prioritas dan strategi-strategi dalam melaksanakan hak atas pembangunan mereka. Khususnya, masyarakat adat mempunyai hak untuk secara aktif terlibat dalam menentukan dan mengembangkan semua program kesehatan, perumahan dan program-program ekonomi dan sosial lainnya yang membawa dampak bagi mereka dan, sedapat mungkin, untuk melaksanakan program-program tersebut melalui lembaga-lembaga milik mereka sendiri.
Pasal 24
1. Masyarakat adat mempunyai hak terhadap praktek-praktek pengobatan dan kesehatan tradisional mereka, termasuk hak terhadap perlindungan tanaman-tanaman, binatang-binatang, mineral-mineral dan obat-obatan yang vital. Mereka juga mempunyai hak akan akses, tanpa diskriminasi, terhadap semua layanan sosial dan kesehatan.
2. Angota-anggota masyarakat adat memiliki hak yang setara untuk menikmati standar tertinggi yang dapat diperoleh bagi kesehatan fisik dan mental. Negara-negara akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dengan sebuah tujuan untuk mencapai secara bertahap pemenuhan secara menyeluruh dari hak ini.
Pasal 25
Masyarakat adat mempunyai hak untuk mempertahankan dan memperkuat hubungan mereka yang khas bersifat spiritual dengan tanah, wilayah, air, perairan pantai dan sumber-sumber daya lainnya yang secara tradisional telah mereka miliki atau mereka tempati atau gunakan, dan untuk menjalankan tanggungjawab mereka dalam hal ini terhadap generasi-generasi yang akan datang.
Pasal 26
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk memiliki, mengembangkan, mengawasi dan menggunakan tanah, wilayah dan sumber daya-sumber daya mereka yang secara tradisional dimiliki, ditempati atau digunakan atau diperoleh.
2. Masyarakat adat mempunyai hak untuk memiliki, menggunakan, mengembangkan, mengawasi dan mengontrol tanah, wilayah dan sumber daya-sumber daya yang telah mereka miliki dengan kepemilikan secara tradisional atau secara tradisional mereka tempati atau gunakan, termasuk cara-cara lain yang menjadikan mereka sebagai pemilik.
3. Negara-negara akan memberikan pengakuan dan perlindungan secara hukum kepada tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber-daya tersebut. Pengakuan tersebut akan dilaksanakan dengan penghargaan yang semestinya terhadap adat-adat, tradisi-tradisi, dan sistem kepemilikan tanah masyarakat adat yang bersangkutan.
Pasal 27
Negara-negara akan membuat dan menerapkan, bersama-sama dengan masyarakat adat yang bersangkutan, sebuah proses yang adil, independen, tanpa keberpihakan, terbuka dan transparan, memberikan pengakuan yang selayaknya kepada hukum-hukum, tradisi, adat dan sistem kepemilikan tanah masyarakat adat, untuk pengakuan dan memutuskan secara sah hak-hak masyarakat adat terhadap tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya mereka, termasuk yang secara tradisional dimiliki atau dihuni atau digunakan. Masyarakat adat memiliki hak untuk mengambil bagian dalam proses ini.
Pasal 28
1. Masyarakat adat mempunyai hak terhadap ganti rugi, dengan cara-cara yang dapat termasuk restitusi atau, jika hal ini tidak memungkinkan, kompensasi yang adil, dan merata, untuk tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya-sumber daya yang telah secara tradisional mereka miliki atau yang mereka tempati atau gunakan, dan yang telah diambil alih, diduduki, digunakan atau rusak, tanpa persetujuan bebas dan sadar dari mereka.
2. Kecuali disetujui secara bebas oleh masyarakat adat yang bersangkutan, ganti rugi akan berbentuk tanah, wilayah atau sumber daya yang sama dalam kualitas, ukuran dan status hukumnya atau ganti rugi berbentuk uang atau ganti rugi berbentuk lainnya yang pantas.
Pasal 29
1. Masyarakat adat mempunyai hak terhadap terpeliharanya, dan dilindunginya lingkungan dan kapasitas produktif dari tanah, wilayah dan sumber daya mereka. Negara akan membuat dan menerapkan program-program bantuan untuk masyarakat adat untuk pemeliharaan dan perlindungan itu tanpa diskriminasi.
2. Negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk memastikan tidak ada penyimpanan atau pembuangan bahan-bahan berbahaya yang dilakukan di tanah-tanah dan wilayah-wilayah masyarakat adat tanpa persetujuan bebas dan sadar dari mereka.
3. Negara akan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk memastikan, manakala diperlukan, bahwa program-program untuk memonitor, mempertahankan dan memulihkan kesehatan masyarakat adat, sebagaimana telah dikembangkan dan dilaksanakan oleh masyarakat adat yang terkena dampak dari bahan-bahan seperti itu, benar-benar dilaksanakan.
Pasal 30
1. Kegiatan militer tidak akan dilakukan di atas tanah dan wilayah masyarakat adat, kecuali dikarenakan adanya ancaman yang benar berbahaya bagi kepentingan umum yang relevan atau sebaliknya secara bebas disetujui atau diminta oleh masyarakat adat yang bersangkutan.
2. Negara akan melakukan konsultasi-konsultasi yang efektif dengan masyarakat adat melalui prosedur-prosedur yang semestinya dan khususnya melalui institusi-institusi perwakilan mereka sebelum menggunakan tanah-tanah atau wilayah-wilayah untuk kegiatan-kegiatan militer.
Pasal 31
1. Masyarakat adat memiliki hak untuk mempertahankan, mengontrol, melindungi, dan mengembangkan warisan budaya, pengetahuan tradisional dan ekspresi-ekspresi budaya mereka, termasuk manifestasi-manifestasi ilmu pengetahuan, teknologi-teknologi dan budaya-budaya mereka, termasuk sumber daya manusia dan sumber daya genetik lainnya, benih, obat-obatan, pengetahuan mengenai sifat-sifat flora dan fauna, tradisi lisan, kesusasteraan, rancangan-rancangan dan seni-seni visual dan seni pertunjukan. Mereka juga berhak untuk memelihara, mengontrol, melindungi dan mengembangkan kekayaan intelektual mereka akan warisan budaya, pengetahuan tradisional, dan ekspresi-ekspresi budaya tradisional tersebut.
2. Bersama-sama dengan masyarakat adat, negara akan mengambil langkah-langkah efektif untuk mengakui dan melindungi pelaksanaan dari hak-hak tersebut.
Pasal 32
1. Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan dan mengembangkan prioritas dan strategi untuk pengembangan atau penggunaan tanah, wilayah dan sumber daya-sumber daya lainnya milik mereka.
2. Negara hendaknya berkonsultasi dan bekerja sama dalam keyakinan yang baik dengan masyarakat adat yang bersangkutan melalui institusi-institusi perwakilan mereka untuk memperoleh persetujuan bebas dan sadar dari mereka sebelum diterimanya setiap proyek yang membawa dampak terhadap tanah, wilayah, dan sumber daya lain milik mereka, khususnya dalam kaitannya dengan pembangunan, pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya-sumber daya mineral, air atau sumber daya lainnya.
3. Negara akan menyediakan mekanisme-mekanisme yang efektif untuk ganti rugi yang adil untuk aktivitas-aktivitas tersebut, dan langkah-langkah yang semestinya akan diambil untuk mengurangi dampak lingkungan, ekonomi, sosial, kultural dan spiritual yang berbahaya.
Pasal 33
1. Masyarakat adat berhak untuk menentukan identitas atau keanggotaan mereka menurut adat dan tradisi mereka. Hal ini tidak menghambat hak anggota perorangan masyarakat adat memperoleh kewarganegaraan negara dimana mereka hidup.
2. Masyarakat adat mempunyai hak untuk menentukan struktur, dan untuk memilih keanggotaan dari kelembagaan-kelembagaan mereka sesuai dengan prosedur mereka sendiri.
Pasal 34
Masyarakat adat mempunyai hak untuk memajukan, membangun dan mempertahankan struktur kelembagaan-kelembagaan mereka dan adat, spiritualitas, tradisi, prosedur, praktek-praktek dan, dalam halnya jika ada, sistem atau adat peradilan, yang sesusai dengan standar internasional hak asasi manusia.
Pasal 35
Masyarakat adat berhak untuk menentukan tanggungjawab-tanggungjawab individu terhadap komunitas-komunitas mereka.
Pasal 36
1. Masyarakat adat, khususnya yang terbagi oleh batas-batas internasional, mempunyai hak untuk mempertahankan dan membangun kontak, hubungan, dan kerja sama, termasuk kegiatan-kegiatan untuk tujuan-tujuan spiritual, kultural, politik, ekonomi dan sosial, dengan anggota komunitas mereka sendiri dan masyarakat adat lainnya melintasi perbatasan.
2. Negara-negara, dengan berkonsultasi dan bekerjasama dengan masyarakat adat, akan mengambil langkah-langkah efektif untuk memfasilitasi kegiatan tersebut dan memastikan diterapkannya hak ini.
Pasal 37
1. Masyarakat adat mempunyai hak terhadap diakuinya, dipatuhinya dan ditegakkannya traktat-traktat, persetujuan-persetujuan dan penetapan-penetapan lain yang konstruktif yang dibuat dengan negara-negara atau yang menggantikannya dan supaya negara-negara menghormati dan mentaati traktat-traktat, persetujuan-persetujuan dan penetapan-penetapan lain yang konstruktif tersebut.
2. Tidak ada bagian dari Deklarasi ini yang diartikan sebagai untuk menghilangkan atau menghancurkan hak-hak masyarakat adat yang terdapat dalam berbagai Perjanjian Formal, berbagai Kesepakatan, dan berbagai Pengaturan yang Konstruktif.
Pasal 38
Negara-negara dengan berkonsultasi dan bekerjasama dengan masyarakat adat, akan mengambil langkah-langkah yang tepat, termasuk langkah-langkah legislatif, untuk mencapai tujuan-tujuan dari Deklarasi ini.
Pasal 39
Masyarakat adat mempunyai hak untuk memiliki akses terhadap bantuan keuangan dan teknis dari negara dan melalui kerja sama internasional, bagi penikmatan hak-hak yang diakui dalam Deklarasi ini.
Pasal 40
Masyarakat adat berhak untuk mempunyai akses ke, dan untuk memperoleh keputusan secara cepat melalui prosedur-prosedur yang adil bagi penyelesaian konflik dan sengketa dengan negara atau pihak-pihak lain, dan juga bagi pemulihan yang efektif untuk semua pelanggaran hak-hak individual dan kolektif mereka. Keputusan seperti itu akan mempertimbangkan adat, tradisi, peraturan-peraturan dan sisitem hukum dari masyarakat adat yang bersangkutan serta hak-hak asasi manusia yang diakui secara internasional.
Pasal 41
Organ-organ dan badan khusus dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi antar pemerintah yang lain akan memberikan kontribusi bagi realisasi sepenuhnya ketentuan-ketentuan dalan Deklarasi ini, melalui mobilisasi, antara lain, kerja sama keuangan dan bantuan teknis. Cara dan sarana untuk menjamin partisipasi masyarakat adat dalam isu-isu yang membawa dampak bagi mereka akan ditetapkan.
Pasal 42
Perserikatan Bangsa-Bangsa, badan-badannya, termasuk Forum Permanen untuk Isu-Isu Masyarakat Adat, dan badan-badan khusus, termasuk di tingkat negara, negara-negara bagian, akan meningkatkan penghargaan untuk dan penerapan secara menyeluruh ketentuan-ketentuan Deklarasi ini dan menindaklanjuti keefektifan Deklarasi ini.
Pasal 43
Hak-hak yang diakui di sini merupakan standar-standar minimum bagi kelangsungan hidup, martabat dan kesejahteraan masyarakat adat di dunia.
Pasal 44
Semua hak dan kebebasan yang diakui di sini dijamin secara sama bagi anggota perorangan masyarakat adat baik laki-laki maupun perempuan.
Pasal 45
Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang bisa ditafsirkan sebagai mengurangi atau meniadakan hak-hak yang sekarang ada atau yang akan ada yang bisa dimiliki atau diperoleh masyarakat adat.
Pasal 46
1. Tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang bisa ditafsirkan secara tersirat adanya hak negara, kelompok atau orang untuk terlibat dalam setiap kegiatan atau untuk melakukan suatu kegiatan yang bertentangan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Dalam melaksanakan hak-hak yang dinyatakan dalam Deklarasi ini, hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental bagi semua akan dihormati. Pelaksanaan hak-hak yang dicantumkan dalam Deklarasi ini hanya akan mendapat batasan-batasan tersebut sebagaimana yang ditentukan oleh hukum sesuai dengan kewajiban-kewajiban hak asasi manusia internasional. Batasan-batasan semacam hendaknya tidak diskriminatif dan benar-benar hanya diperlukan untuk tujuan memperoleh pengakuan dan penghargaan yang selayaknya dari hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat-syarat yang paling adil dan mendorong sebuah masyarakat yang demokratis.
3. Ketentuan-ketentuan yang dicantumkan dalam deklarasi ini akan diartikan sesuai dengan prinsip keadilan, demokrasi, penghormatan terhadap hak-hak asasi, kesetaraan, non-diskriminatif, pemerintahan yang baik dan keyakinan yang baik.

MENGENAI AMAN WILAYAH PONTIANAK

”Berdaulat secara Politik, Mandiri secara Ekonomi dan Bermartabat secara Budaya”

I. PROFIL DASAR
A. NAMA ORGANISASI : ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KALIMANTAN BARAT [AMAN-KALBAR]
B. ALAMAT ORGANISASI : Jl. Budi Utomo, Kompleks Ruko No. 03 Siantan Hulu, Pontianak UTARA
Telp : (62) (561) 885264 ;Fax : (62) (561) 885211 E-mail: amankalbar@gmail.com
C. TAHUN BERDIRI : 17 Maret TH 1998
D. JENIS/ TIPE ORGANISASI : Organisasi Massa
E. BENTUK ORGANISASI : Aliansi
F. JUMLAH ANGGOTA ORGANISASI:
1. Komunitas : 112 Komunitas atau 122.000 org
2. Pendiri : 15 orang
3. Pengurus : 5 orang
4. Staff : 7 orang


Sejarah Pendirian 
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara-Kalimantan Barat (AMAN KALBAR), didirikan 16 Juni 1998, sebagai respon dari situasi keterpurukan kondisi masyarakat adat yang masih mengalami perlakuan diskriminasi, proses penjajahan, penindasan dan peminggiran terus menerus bahkan pemusnahan dan penghancuran (genocide). Sistem kehidupan mereka yang berbeda dianggap sebagai sumber masalah dan dijadikan obyek rekayasa sosial . Berbagai persoalan yang melanda masyarakat adat seolah menunjukkan bahwa sama sekali tidak ada perlindungan terhadap keberadaan mereka. Gerakan Pancur Kasih yang dimulai sejak 1981 Dulu AMAN Kalbar lebih dikenal dengan Aliansi Masyarakat Adat Kalimantan Barat [AMA Kalbar]. Namun setelah Kongres AMAN III yang dilaksanakan Tanggal 17 -22 Maret 2007 di Pontianak Kalimantan Barat menghasilkan beberapa perubahan, termasuk nama organisasi dari AMA menjadi AMAN agar organisasi ini ke depan lebih mampu melakukan kerja-kerjanya lebih masif dan terorganizir di masyarakat adat. AMAN sebagai organisasi rakyat di tingkat local yang menyadari bahwa salah satu kunci utama dari cita-cita ini adalah dengan membangun komunikasi dan koordinasi kepada anggotanya dan kepada berbagai pihak lain, untuk membangun kerjasama. Oleh sebab itu, kerja-kerja AMAN Kalbar selama masa waktu 2007-2012 difokuskan pada pengembangan dan penguatan kapasitas organisasi-organisasi lokal sebagai simpul-simpul gerakan serta terus mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak yang mendukung gerakan Masyarakat Adat di Kalimantan Barat.

Tujuan organisasi adalah: (1) melakukan penyadaran hak-hak masyarakat adat, (2) melakukan pemberdayaan perempuan dan pemuda adat, (3) penguatan ekonomi masyarakat adat, (4) penguatan lembaga-lembaga adat di tingkat daerah, (5) mempromosikan nilai-nilai dan kearifan-kearifan asli masyarakat adat, (6) membangun kerjasama dan jaringan dengan semua pihak yang secara nyata telah melakukan kegiatan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, (7) melakukan pembelaan terhadap masyarakat adat di Kalimantan Barat yang mengalami penindasan hak-hak azasinya, dan (8) melakukan upaya-upaya yang dapat mempengaruhi kebijakan struktural/hukum yang berkaitan dengan masyarakat adat.

A. Dewan wilayah AMAN Kalbar
Sebagai suatu elemen dalam struktur organisasi AMAN Kalbar, Dewan Daerah bersama dengan Badan Pelaksana Harian [BPH] AMAN Kalbar merupakan penentu kebijakan strategis tertinggi yang mendapat mandat dari Anggota/ komunitas AMAN dan bertanggung-jawab kepada Musyawarah Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Barat (Muswil AMAN KALBAR) yang dilaksanakan sekurang-kurangnya 5 tahu sekali. Dalam posisi ini maka Dewan Daerah dan BPH berfungsi untuk : (1) memberikan pernyataan politik yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan eksistensi masyarakat adat, dan (2) merumuskan garis-garis besar program, melaksanakan, mengawasi serta mengevaluasi pelaksanaannya.
Sebagai utusan komunitas masyarakat adat yang mengutusnya di tingkat wilayah maka setiap anggota Dewan Daerah merupakan pelaksana program AMAN Kalbar di wilayahnya masing-masing. Dalam pelaksanaan program-program, maka anggota Dewan Daerah dapat didukung oleh Organisasi Lokal atau Ornop pendamping di wilayah tersebut. Dengan demikian maka posisi anggota Dewan Daerah dan komunitas yang mengutusnya sangat penting dalam pelaksanaan program, baik sebagai salah seorang pengambil kebijakan strategis organisasi maupun sebagai pelaksana program di wilayahnya. Dalam peran ini maka setiap anggota Dewan Daerah bertugas dan bertanggung jawab untuk: (1) Mensosialisasikan AMAN Kalbar dan merekrut anggota baru di wilayahnya, (2) Mengembangkan dan memperkuat posisi dan kemampuan AMAN Kalbar di wilayahnya (bisa dalam lingkup Binua, Desa, Kecamatan atau kabupaten) sehingga mampu melaksanakan program kerja yang telah ditetapkan, dan (3) memfasilitasi dan mendorong penyelesaian konflik-konflik yang dihadapi masyarakat adat di wilayahnya.
Berdasarkan ketentuan AD AMAN Kalbar, Dewan Daerah yang beranggotakan 12 orang minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun mengadakan Rapat Kerja Dewan Daerah. Pada kesempatan ini setiap anggota Dewan Daerah harus melaporkan pelaksanaan tugas dan program di wilayah masing-masing selama satu tahun sebelumnya dan kemudian secara bersama merumuskan kebijakan-kebijakan strategis untuk 1 (satu) tahun kerja berikutnya.

B. DEWAN PAKAR
Dewan Pakar dalam organisasi AMAN Kalbar merupakan terobosan baru untuk menata organisasi ini ke arah yang lebih baik, berkualitas dan terkontrol. Memilih dan menempatkan personal Dewan Pakar, AMAN Kalbar menggunakan pendekatan indikator sejarah. Dalam hal ini para personal yang duduk di dewan pakar ini adalah para pendiri atau perintis yang masih memiliki semangat atau komitmen yang jelas untuk tetap memperjuangkan masyarakat adat dan masih memiliki idiologi atau prinsip-prinsip dasar perjuangan untuk masyarakat adat. [Keanggotaan Dewan Pakar sedang dalam proses Kelengkapan Administrasi].

C. SEKRETARIAT AMAN KALIMANTAN BARAT
Untuk penyelenggaraan operasional AMAN sehari-hari, Muswil juga telah mengamanatkan untuk membentuk Sekretariat AMAN Kalbar yang berkedudukan di Pontianak (sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Barat). Sekretariat ini dipimpin oleh Ketua Badan Pelaksana Harian yang dipilih dan ditetapkan oleh Muswil AMAN Kalbar dengan masa kerja sampai dengan 5 tahun. Selanjutnya untuk menjalan roda organisasi Ketua BPH AMAN Kalbar berwenang menunjuk, mengangkat beberapa staf administrasi maupun Kepala Departemen. Pada Muswil AMAN III, telah menetapkan Sekretariat AMAN KALBAR yang beralamat di: Jl. Budi Utomo, Kompleks Ruko No. 03 Siantan Hulu, Pontianak Utara 78241 Telp : (62) (561) 885264 ; Fax : (62) (561) 885211 E-mail: amankalbar@gmail.com
Adapun tugas dan fungsi utamanya adalah: (a) sebagai pusat komunikasi dan simpul informasi gerakan masyarakat adat di Kalimantan Barat ; dan (b) mengembangkan dan melaksanakan program kerja yang telah diamanatkan oleh Kongres Masyarakat Adat Kalbar dan Rapat Kerja Tahunan Dewan Daerah AMAN Kalbar. (c) membangun jaringan dan kerjasama dengan pihak lain yang mendukung perjuangan Masyarakat adat.

D. STRUKTUR ORGANISASI

Berdasarkan AD AMAN, Bab. VIII Tentang: Struktur Organisasi dan Kepengurusan serta Wewenang dan Kewajiban Pengurus, dalam Pasal 14 dinyatakan secara jelas bahwa Struktur organisasi AMAN terdiri dari:
(1) Tingkat Pusat, yang dipimpin oleh Pengurus Besar AMAN, disingkat PB AMAN; (2) Tingkat Wilayah, yang dipimpin oleh Pengurus Wilayah AMAN, disingkat PW AMAN; (3) Tingkat Daerah, yang dipimpin oleh Pengurus Daerah AMAN, disingkat PD AMAN. Selain itu dalam berdasarkan pasal 19; Ayat (4) tentang Kewenangan Pengurus Wilayah, pada huruf b. juga dinyatakan bahwa Pengurus Wilayah berwenang Membentuk Dewan Pakar di Tingkat Wilayah yang keanggotaannya bersifat terbuka berdasarkan kebutuhan keahlian dan kemampuan khusus yang pengaturan tugas dan tanggunggung-jawabnya diatur melalui Keputusan PW

STRUKTUR ORGANISASI AMAN KALBAR

KETUA BPH :
Drs. Sujarni Alloy, MA
[alloy_my@yahoo.com]

SEKRETARIAT AMAN KALBAR
  1. BAG. Administrasi : Hery Susanto
  2. BAG. Keuangan : F. Wiwin, A.Md
  3. URT & Menejemen : Ir. Paulus Unjing Imail : clara_unjing@yahoo.com
  4. Staff Umum : Aga Pitus
  5. Bag. Database & Website: Jalung

KEPALA BIRO 5 BIRO
  1. Urusan Politik dan Media : [Vermy]
  2. Urusan pendidikan dan kebudayaan : [Thomas D., SH]
  3. Organisasi dan Kaderisasi : [Jalung] Imial : j47ung_kayan@yahoo.com
  4. Perempuan Adat dan Pemuda Adat : [Simon Pabaras]
  5. Urusan Ekonomi : [Anyu]

DRAFT PROGRAM KERJA DEPARTEMEN-DEPARTEMEN ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA KALIMANTAN BARAT PERIODE 2007-2012

Penyusunan program ini didasarkan pada pengelompokan tujuan sebagai berikut:

I. BERDAULAT SECARA POLITIK:

1. Penguatan organisasi sampai ke tingkat basis
2. Penguatan kapasitas pemuda adat
3. Penguatan kapasitas Hak Perempuan Masyarakat Adat
4. Adanya departemen khusus perempuan di AMAN dan di semua tingkatan di mana dia berada.
5. Adanya sosialisasi dan pelatihan khusus tentang hak hak perempuan dalam lingkungan Masyarakat Adat.
6. Menyelenggarakan Kongres khusus untuk perempuan adat
7. Penguatan perempuan dilakukan di basis, tidak dari pusat.
8. Refleksi perjalanan program perempuan di AMAN, pengkaderan/penguatan kapasitas, penguatan jaringan di setiap region, pertemuan perempuan secara reguler identifikasi permasalahan perempuan penyebaran dan distribusi informasi tentang perjuangan perempuan adat serta pendokumentasian penerbitan buku, film VCD tentang perjuangan perempuan adat.
9. Sosialisasi kesetaraan gender
10. Penguatan hak dan partisipasi perempuan Adat dalam kebijakan pengelolaan terhadap SDA dan lingkungan
11. Peningkatan partisipasi politik AMAN
12. Menghidupkan kembali sistem politik masyarakat adat
13. Memperjuangkan khusus Undang-Undang tentang sistem pemerintahan Masyarakat Adat
14. Gerakan pendokumentasian hak asal-usul Masyarakat Adat
15. Adanya perwakilan Dewan Adat di Legislatif
16. Anggota masyarakat adat menduduki posisi strategis dalam semua tingkatan pemerintahan
17. Melalui masyarakat adat AMAN berpartisipasi langsung dan aktif mendukung masyarakat adat dalam pemilu namun tidak dalam bentuk partai politik
18. Masyarakat Adat meminta dukungan kepada dewan AMAN ketika ingin duduk di dewan legislatif
19. Merekomendasikan kepada pemerintah tentang penyelenggaraan kegiatan kelembagaan di tingkat komunitas adat
20. Mendokumentasikan dan mengelola dokumen sejarah kepemilikan lahan masyarakat adat.
21. Pengambilan peran dalam mencipatakan keamanan di daerah yang berkonflik
22. Advokasi untuk revisi UU yang mengancam keberadaan eksistensi MA
23. Melakukan pemetaan dan penataan ruang kelola masyarakat adat berdasarkan kesejarahan batas-batas wilayah.
24. Advokasi hukum dan kebijakan di tingkat daerah dan nasional
25. Penguatan dan perluasan hubungan antara organisasi masyarakat adat dan masyarakat sipil lainnya.
26. Menyelenggarakan Kongres khusus bagi pemuda adat.

II. MANDIRI SECARA EKONOMI:

1. Penguatan Kelembagaan Ekonomi kerakyatan yang mandiri di masing-masing komunitas masyarakat adat secara setara berbasiskan sumberdaya alam yang dikelola secara berkelanjutan.
2. Mendorong adanya kebijakan/regulasi yang berpihak kepada masyarakat adat bagi bertumbuhnya ekonomi kerakyatan, diantaranya melalui PERDES dan PERDA.
3. Memfasilitasi pengembangan komoditi-komoditi yang dikuasai oleh masyarakat adat, seperti hasil laut, hasil hutan, perkebunan, perikanan darat, dsb.
4. Studi Banding antar-komunitas masyarakat adat untuk peningkatan kemampuan teknis dalam pengolahan hasil produksi dan pemasaran hasil-hasil produksi.
5. Pengamanan terhadap basis-basis sumberdaya alam (produksi) masyarakat adat melalui pemetaan wilayah dan potensinya.
6. Memfasilitasi inisiatif ekonomi kerakyatan agar dimasukkan dalam alokasi anggaran desa dan daerah.
7. Adanya departemen khusus di AMAN yang menangani Ekonomi Kerakyatan.
8. Penguatan peran serta perempuan di dalam sistem pemberdayaan ekonomi kemasyarakatan sesuai dengan kearifan lokal di masing masing komunitas masyarakat adat.
9. Pengembangan simpul-simpul penguatan ekonomi dan penggalangan sumberdaya AMAN

III. BERMARTABAT SECARA BUDAYA:

1. Mengembangkan ”muatan lokal” di dalam kurikulum pendidikan formal.
2. Memperjuangkan pengakuan peradilan adat oleh negara.
3. Ada wadah untuk memperjuangkan hak-hak perempuan adat.
4. Menggali, memperkuat, dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan budaya masyarakat adat.
5. Menghentikan pencurian terhadap hak-hak intelektual Masyarakat Adat, dan melakukan advokasi hak-hak intelektual Masyarakat Adat
6. Mengembangkan pusat-pusat/simpul belajar budaya Masyarakat Adat dan mengembangkan sekolah-sekolah khas Masyarakat Adat.
7. Penguatan hukum adat.
8. Mendorong penghapusan sistem feodalisme dan neokolonialisme
9. Mengembangkan data base kearifan lokal masyarakat adat.
10. Menginisiasi pembuatan sekolah-sekolah khas Masyarakat Adat dan pelatihan-pelatihan untuk upaya pengakuan hak-hak adat seperti pemetaan partisipatif.
11. Pengembangan pusat-pusat/simpul belajar Masyarakat Adat.
12. Meminta sidang umum PBB untuk segera merealisasikan pengesahan Deklarasi tentang Masyarakat Adat paling lambat tahun 2007.
13. Meminta kepada Pemerintah Indonesia agar ikut menandatangani Deklarasi Sidang Umum PBB tentang masyarakat adat.
14. Pemerintah Indonesia segera mengeluarkan UU dan Perda di masing-masing daerah tentang pengakuan hak-hak masyarakat adat, termasuk penghapusan kalimat-kalimat yang tertera di dalam UU dan Peraturan lainnya yang bersifat ambigu dalam hal pengakuan terhadap masyarakat Adat.
15. Pemerintah Indonesia segera meratifikasi konvensi-konvensi Internasional yang belum disyahkan oleh pemerintah Indonesia.
16. Pemerintah Indonesia dan penegak hukum mengakui peradilan adat secara total.
17. Pemerintah Indonesia segera memberlakukan otonomi daerah sepenuhnya.
18. Pemerintah Indonesia memperhatikan dan melaksanakan Hasil Kongres AMAN III.
19. Mendesak seluruh anggota AMAN untuk melakukan Aksi Nasional untuk menuntut Hak-hak Masyarakat Adat melalui gerakan birokrasi/ loby dan demontrasi massal dan serentak kepada pemerintah Indonesia.
20. Agar Dewan AMAN melakukan konsolidasi dan pelatihan hukum adat di setiap Komunitas anggota AMAN.
21. Meminta dan mendesak Dewan AMAN melakukan sosialisasi hasil Kongres AMAN III kepada seluruh masyarakat adat di Indonesia.
22. Meminta Dewan AMAN melakukan diskusi atau hearing dengan pihak penegak hukum dalam hal batasan/ pengakuan pemberlakuan peradilan adat.

Apa yang akan/harus dilakukan AMAN 3 tahun yang akan datang, baik di tingkat komunitas/kampung, tingkat nasional dan tingkat internasional dengan mengacu kepada beberapa hal prinsip di bawah ini: [3 pilar]

1. Memperjuangkan kedaulatan masyarakat adat
2. Menjamin praktek sosial adat dengan partisipasi politik (perubahan kebijakan)
3. Mempertahankan tanah dan kekayaan alam sebagai wilayah hidup masyarakat adat
4. Memulihkan masyarakat dari berbagai kerusakan sosial dan lingkungan (ekologis)

Rancangan Program Kerja
A. DEPARTEMEN :
1. Melakukan pendidikan kritis pada tingkat kampung
2. Menyediakan program muatan lokal sesuai dengan daerah masing-masing
3. Meningkatkan kapasitas perempuan adat
4. Transformasi nilai hukum adat pada generasi muda
5. Mengupayakan ketersediaan dana abadi komunitas
6. Melakukan penyadaran pendidikan politik MA

B. Bidang Riset, Media & Advokasi Lingkungan:
1. Menghentikan terjadinya Destruktiflogging, tambang, pencemaran Lingkungan.
2. Mengkritisi kebijakan transmigrasi
3. Mendorong Pemetaan Partisipatif
4. Mengembangkan Pola Pertanian tradisional
5. Pengelolaan SDA berbasis masyarakat adat

C. Bidang Pengembangan Ekonomi Kerakyatan:
1. Menggalakkan ekonomi kerakyatan model CU di masing-masing komunitas.
2. Fasilitasi program usaha produktif dan sistem manajemennya.

D. Bidang Sosial-Budaya:
1. Dokumentasi pengetahuan asli (melalui sanggar-sanggar seni budaya).
2. Pengakuan sistem pemerintahan asli masyarakat adat.
3. Rekonsiliasi antar etnis.
4. Mengadakan festival seni budaya lokal.
5. Mengidentifikasi dan memahami bentuk, fungsi dan nilai sosial budaya MA.

E. PARTISIPASI POLITIK:
1. AMAN mempunyai perwakilan khusus di lembaga-lembaga pemerintahan.
2. Menetapkan peraturan-peraturan PSDA yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

AKTIVITAS AMAN APRIL - OKTOBER
PEMBERDAYAAN SEKRETARIAT AMAN:
1. Pembenahan administrasi:database peralatan, arsip dan dokumen-dokumen AMAN, dan sekretariat AMAN KALBAR: Pengadaan peralatan : komputer [1 bh pinjam, printer 1 bh [reparasi], camera 2 bh
2. M

PSDM
1. Pelatihan/ Kursus staf AMAN: Jalung, Paulus Unjing

AKTIVITAS
KOLABORASI
1. Roadshow Film Maju Mundur [advokasi Sawit]
2.
FASILITASI
3. Seminar Ngabayotn Dayak Salako
4. Ngubas Tonah Colap
5. Peringatan Hari Masyarakat Adat Sedunia

DISKUSI DEWAN WILAYAH AMAN
1. Kasus-kasus di masyarakat adat yang terjadi selama ini, khususnya komunitas adat yang sudah dimasuki perusahaan yang tidak lagi berdaulat lagi terhadap tanah mereka [ bagaimana sikap AMAN] AMAN dapat masuk dengan melihat proses/ latar belakang kasus.
2. Kasus terjadi karena petani menuntut dengan tempo, tapi tidak ditanggapi dan karena tidak ada tanggapan dari perusahaan maka mereka membongkar pagar kantor perusahaan. Agar persoalan tidak berlarut maka mereka sepakat melaksanakan acara ritual/adat, tapi masyarakat yang mencari bahan untuk acara ritual tersebut ditangkap polisi dan disiksa. Keluarga yang mau menyelamatkan juga ditangkap sampai 7 orang telah dimasukkan ke sel tahanan.
3. Kasusu tersebut belum tuntas.
4. Sekitar 3 minggu yang lalu sekjen SPKS mengadakan pertemuan membahas persoalan tersebut.

Rekomendasi :
1. Bilamana dalam menangani kasus-kasus di daerah BPH diberi mandat untuk memberikan surat mandat kepada Dewan Wilayah AMAN.
2. BPH AMAN Kalbar segera mengeluarkan SURAT KEPUTUSAN untuk menunjuk BADAN PENGURUS HARIAN AMAN DAERAH [SEMENTARA/ 6 bulan] yang Samapai terbentuknya pengurus definitif AMAN DAERAH pada MUSDA
1 KAPUAS HULU : Kombong Suka, Maria Ita, Tedy Widjaya, H. Ringkay, Basah, Benyamin Satar
2 SINTANG : M. Ajin/ Jay
3 MELAWI : Ardi
4 SANGGAU : ANITA, LUKAS KIBAS, Paulus Hadi
5 SEKADAU : Vermy, Anyu
6 KETAPANG : Benyamin, Vitalis Andi, Musa
7 SAMBAS : Lilis Suryani, Hendy
8 Bengakayang / Singkawang : Robiana, Nordi, Yuyut Cobas
9 LANDAK : SAIDINA, PAKAT
10 PONTIANAK : M. Manaf, Ana Rahmat, Alpian Beot,