Rabu, 30 Juni 2010

SEKILAS GAMBARAN SUKU BANGSA MINORITAS DAYAK

by. jalung

Pada awalnya sejarahnya suku-suku bangsa yang ada di kalimantan ini merupakan regenerasi pencampuran antara dua suku bangsa yaitu suku bagsa nengrito, suku bangsa pertama pindah dikalimantan pada masa 7000-6000 tahun SM, Dan suku bangsa Austronesia atau yang dikaenal dengan nama proto-melayu, yang hijrah dari asia tengara menetap di pulau Formosa selama seribu tahun sekitar tahun 4000 BC, kemudian ke Filipina 3000 BC, dari situ baru kebagian utara borneo 2,500 BC. Jadi kalau bicara asli dan tidak aslinya penduduk diKalimantan hal ini hanya bentuk politik pengaburan identitas. Dalam buku berjudul MOZAIK DAYAK yang tulisan Surjarni Alloy, Albertus, Chatarina Pancer Istiyani. Pada bagian ke 2. C. Perjalanan Manusia Dayak, No 2-3 yaitu Kalimantan Pada Massa Purbakala dan Imigrasi Orang Dayak di Hal 12-18, kutipan-kutipanya cukup menarik untuk mengambarkan perjalana suku-suku bangsa dikalimanan. Suku bangsa ini hidup berkelompok berdasarkan genealogid, mereka tersebar di seluruh penjuru kalimantan. Kehidupan mereka tergantung pada tanah dan kekayaan alam dikepulawan kalimantan, dan Rumah panjang merupakan potret identitas mereka hal ini terlihat dalam konsep pembagunanya, dimana bagunan ini memeiliki dua bagian utama yaitu : Pertama bagian bilik yang dimiliki secara keluarga (ayah, ibu, anak) yang berfungsi sebagai tempat atau ruangan berkumpul keluarga(ayah, ibu, anak). Kedua bagian amin (Bahasa Kayan) merupakan bagian yang terbuka, pada ruangan itu semua orang boleh berbaring dan tidur, bercengkrama satu sama lainnya serta saling berinteraksi sosial disana. Namun ruangan ini juga memiliki Fungsi yang terpenting yaitu sebagai tempat bermusawarah untuk mupakat bagi komunitas penghunu rumah panjang tesebut. Tardisi dan kebudayaan mereka masih terkait erta dengan kebudayaan-kebudayaan lisan.

Dalam tulisan S. Djuweng yang berjudul PEMBANGUNAN DAN PENINDASAN Pelajaran dari Masyarakat Dayak, Paper yang dipresentasikan dalam lokakarya United Nation Economic and Social Council (UNESCO) di Jakarta menuliskan bahwa "Dayak" adalah sebutan kolektif terhadap sekitar 405 kelompok etnolinguistik yang mendiami pulau Borneo. Mereka menamakan/dinamakan Iban, Kayan, Kenyah, Kanayatn, Maanyan, Ngajuk, Uut Danum, Bidayuh, Simpang, Pompakng, dan lain-lain. Menurut para peneliti, penamaan ini berdasarkan kesamaan Hukum Adat, Ritual Kematian dan Bahasa. Sebenyarnya penamaan sub-suku Dayak juga dapat didasarkan pada letak geografis kawasan adat mereka. Dia juga menjelaskan sedikit Menurut peryataan King (1978), Kedit (1988), dan Ukur (1992) mereka disebut Dayak karena memiliki persamaan-persamaan bentuk fisik dan unsur-unsur budaya seperti rumah panjang, persamaan-persamaan linguistik, korpus tradisi lisan, adsat istiadat dan hukum adat, struktual sosial, bentuk senjata, dan pandangan mengenai jagat raya. Hal lain yang juga serupa adalah pola hubungan relegius dengan tanah dan alam sekitar, pola pemanfaatan, pemilikan, dan ekstraksi sumber daya alam. Namun pada awalnya penulisan dan penyebutanya beragam mulai dari Daya’, Daya, Dyak, Dadjak, dan Dayaker hal ini Namun dalam perkembangannya istilah-istilah ini kemudian digugat dan di perdebatkan karena kesimpang siuranya oleh beberapa dan kemudian maknanya juga yang tidak manusiawi, hal ini lah kemudian menjadi alasan awal para elite-elite suku-suku bangsa dikalimantan melakukan pertemuan pada tahun 1992 yang diprakarsai oleh Institute of dayakology research and development (pada tahun 1998 berubah nama menjadi Institute Dayakology) yang di laksanakan dipontianak dengan nama ekspos budaya dayak, Peretemuan ini melahirkan kesepakatan bersama tentang penegasan pengunaan istilah Dayak yang mengunakan hurup K dibelakangnya, untuk mengeneralisasikan penyebutan suku-suku bangsa dipulau Kalimantan.